My Qolbu |
BEJO kuwi bertemunya kemampuan dan kesempatan.
.:: Edisi : #HORAmelunDUWE|semoga BEJO.
Gusti Allah kuwi ora nate ngantuk, ora tau sare, pirso sakabehing kahanan. Selalau memberi kemudahan semua permasalahan. Masalahnya adalah : yakin opo ora ? #TurbaSF81
.:: Edisi : #Pasrah|tekan ngendi.
Gusti Allah itu ndak pernah ngantuk dan ndak pernah sare, selalu mengawasi, manusianya saja gak merasa diawasi. Sewu siji. Soko sewu uwong, mung siji sing gelem mlebu suwargo. #TurbaSF81
.:: Edisi : #Suwargolodhang|Ngajakajak apik.
Sakabehing sing ono ning bumi lan langit, kagunganne Gusti Allah. Ora melu nduwe kok ngakuaku, mulane njur dipekso latihan ngetokke opo sing rumangsane dinduweni. #TurbaSF81
.:: Edisi : #SAPI|antarane tletong lan pedhet.
Ngajak-ajak kenal Gusti Allah, ngajak apik, lumantar akhlaq welas asih. #TurbaSF81
.:: Edisi : #KIAI|wis mestine welas asih.
Didawuhi dadi kiai kabeh.... [mikir... ?] #TurbaSF81
.:: Edisi : #KIAI|opoopo soposopo sing mbarokahi lan manfaati marang sak akehakehe liyan
Ora ono kasekten kang biso ngalahke papesthen. [tak ada kesaktian yang mampu mengalahkan kepastian (takdir)]
.:: Edisi : #Didawuhi ngono, embuh kowe didawuhi opo.
Dadi anak kudu dowo ambeganne, dadi wong tuwo kudu luwih dowo ambeganne, opo maneh dadi kawulo alit ~ wong cilik kudu soyo luwih dowo ambeganne sukur-sukur saguh ora ambegan.
.:: Edisi : #Kandaku, mbuh piye kandamu.
Gak usah kakean protes. | Obah usregke sing nang njobo iku tergantung soko obah usregke sing nang njero.
.:: Edisi : #Jareku, mbuh jaremu.
BAIK selalu ada di segala sesuatu, seBURUK apa pun itu, tak ada yang sia-sia di kehendakNYA, berHIKMAH.. #denBagus
.:: Edisi : ngGoléki #APIK.é
Selalu saja gagal sembahyang, saat di tiapnya tak berangsur terlepas wajah kepalsuan. #denBagus
.:: Edisi : #isin
Laku ibadah merupakan tantangan bagi nafsu, agar manusia selalu ingat dan tetap menjadi hamba saat berada di dalam ruang dan bergulir bersama waktu. #denBagus
.:: Edisi : #arasarasen
Bahkan, Musa pun harus berguru pada Khidir.
.:: Edisi : Ojo duméh.
Keajaiban kata tergantung siapa pengucapnya ~ semua mungkin terjadi saat ada damai dalam diri.
.:: Edisi : Mantra.
Men~di~dasar~i. Demi apa ... ?
.:: Edisi : DEMIkian.
Mengkadaluarsakan rasa yang tak bertuan.
.:: Edisi : No reken.
Yang terbiasa sederhana, biasanya sederhana pula dalam mengelola perasaan, sebagaimana seorang anak dalam keseharian yang sederhana yang mampu menjadikan air, pasir, batu, daun, bunga, kertas, kardus atau apa pun yang ditemui menjadi alat permainan yang menggembirakan, tanpa menunggu memiliki gadget mahal untuk bergembira dan itu membahagiakan.
.:: Edisi : Manah.
Tujuan akan menentukan arah perjalanan. Yang hanya berputar-putar, bukan karena tak tahu jalan, namun sebab tak memiliki tujuan.
.:: Edisi : Terminal akhir.
Takkan hebat dan kuat, tanpa dekat~mendekati~didekati dan takkan demikian tanpa kenal~paham~cinta. Maka agar tak hebat dan kuat, kabur~kubur~hancur~sesat~kan saja seluruh metode~jalan~jejak untuk kenal~paham~cinta itu. Sesederhana itu.
.:: Edisi : Shollu 'ala Nabiy.
Merasakan kembali kenyamanan saat mengakses ingatan masa lalu kala menjadi pengajar.
.:: Edisi : Siapa mau di[h]ajar ?
Hari libur sekali pun, nafas tak pernah ikut libur. RahmatNYA selalu mengalir. Semoga menjadi berkah.
.:: Edisi : Mewaspadai éling.
Seterik apa pun wajah mentari menyengat tubuh bumi, semoga saya dan PANJENENGAN tetap berkepala dingin, mewaspadai keliaran pikiran dengan tetap merasakan nafas, agar galau tak usil untuk mampir.
.:: Edisi : Tetap bernafas.
Sebuah tragedi, saat materi~ketenaran menjadi sebuah tujuan yang dibururebutlombakan.
.:: Edisi : Wajah kepalsuan.
Tragedi untuk makanan, saat ia disisakan tak habis dimakan, sebab ia gagal jadi manusia setelah melalui jalan panjang perjuangan hingga siap tersaji di hadapan manusia. Semoga saya dan PANJENEGAN senantiasa mendapat keberkahan, tak menyiakan makanan dengan mengambil di luar takaran kemampuan menghabiskan, selalu lahap saat makan karena sehat dan didahului lapar.
.:: Edisi : Shoima show.
Bahkan, hantu pun terbirit lari saat dibacakan doa makan.
.:: Edisi : Apale kuwi.
Hanya Eyang Google yang mau menjawab keingintahuanmu tanpa syarat apa pun. Semoga saya dan PANJENENGAN tetap dan selalu berakal sehat dengan terus memposisikan akal untuk menjaga kejernihan hati, hingga takkan menyalahkan siapa~apa~pun juga sebagai alibi saat menyadari ke~bodoh-zhalim-culas~an diri sendiri.
.:: Edisi : Esensi vs eksistensi.
Adzan Dhuhur telah menggema. Semoga hati saya dan PANJENENGAN masih berongga hingga masih dimampukan menggemakan suara hati.
.:: Edisi : Rehat.
Minggu pagi yang cerah, semoga secerah dan sehangat PANJENENGAN sekeluarga yang dengan itu semoga bisa meredakan demamnya negeri ini.
.:: Edisi : Nandur winihing pakerti.
Selalu saja mendadak gembira, kala hari mulai senja saat banyak hal telah tertuntaskan meski selalu ada yang mesti diselesaisempurnakan. Semoga PANJENENGAN pun menyongsong malam dengan gembira meski lelah menerpa raga.
.:: Edisi : Matur nuwun GUSTI.
Di saya atau pun PANJENENGAN, apa pun yang melintang di depan ~ yakin dan akan demikian adanya ~ saat ini atau beberapa saat nanti, telah dan akan terlalui dengan segala keindahannya, sepahit apa pun itu.
.:: Edisi : nDerek bingah [jagad rahsa]
Kuhardik, BERISIK !!!
.:: Edisi : Benak.
Menyeimbangkan takaran cemas dan harap.
.:: Edisi : Belum ditera.
Sedetik pun, tak kuasa merangkai cerita.
.:: Edisi : Mengkaribi tawakal.
Sakitnya terkelupas setara kelekatannya.
.:: Edisi : Mau tak mau.
Tak kuasa setarikhembusan nafas pun.
.:: Edisi : Monggo kerso.
Cêtik gêni.
.:: Edisi : Bismillah~innalillah.
Selalu saja pantulan cermin itu tersenyum saat aku tersenyum. Kira-kira, urip yo ngono kuwi.
.:: Edisi : Aamiin. [1717 X]
Mengamati, dengan pikiran bahkan segenap perasaan, hanya akan memperkuat eksistensi obyek pengamatan, apalagi jika dilakukan banyak orang.
.:: Edisi : Yang baik-baik saja, ojo anut grubyug.
Sebab pasrah, tamu itu datang tanpa diundang. Rejeki.
.:: Edisi : Aamiin. [1717 X]
Selama belum titik selalu ada kemungkinan berubah, entah lebih baik atau yang sebaliknya.
.:: Edisi : Tak ada kuasa.
Tak ada yang lebih membahagiakan dibandingkan dengan kebahagiaan yang tanpa sebab.
.:: Edisi : Belum merdeka, nyatanya.
Hanya perlu sedikit kesadaran tentang keterbatasan ruang dan waktu bagi makhluk, untuk menerima kenyataan.
.:: Edisi : Kepekso lilo.
Hanya perlu banyak manusia bahagia untuk mendamaikan dunia.
.:: Edisi : Berdamai dulu dengan diri sendiri untuk bahagia.
Salah pikirku, memburukkan prilakuku.
.:: Edisi : Detoks pikiran
Semestinya begini, namun kalau kenyataannya begitu... ya sudahlah.
.:: Edisi : Gitu aja repot.
Sebegitu kelamkah, hingga untuk menghibur diri dengan kegembiraan yang sesaat saja harus selalu mencari di gemerlapnya malam.
.:: Edisi : Dulaplip.
Marah... sebab selainku, salah !!!
.:: Edisi : Sabar, apa harus menunggu renta ???
Belum tercerahkan.
.:: Edisi : Ongap-angop sebuah parameter.
Tenang, tak tersilaukan ~ tak terpilukan oleh segala keberuntunan yang menyapa dalam segala rasa, smoga menjaga keterhubungan rahmat hingga menjadi berkat.
.:: Edisi : Tititp siji.
Di setiap mengapa, pasti selalu karenaku, bukan mu~nya, titik.
.::Edisi : Lubang di hati.
Ilusi, membuat ambisi tak pernah kehabisan amunisi.
.:: Edisi : Siang pun menjadi malam.
Saat kuacuhkan berbagai kekhawatiranku, ternyata dan nyatanya munculah wujud harapan yang kulupakan.
.:: Edisi : Ahad, siji, kok prei ?
Sebab kedamaian hatiku lebih berharga, tak berbandng dengan ~ bila hanya untuk menyimpan luka, menyemai dendam dan mengobarkan amarah, maka kumaafkan emgkau ~ siapa atau apa pun di yang telah lalu, titik.
.:: Edisi : Maafku untukku.
Antara 0 dan 1.
.:: Edisi : Biner, sesederhana itu namun tak juga sederhana.
Tahu itu memang perlu ilmu, namun semakin banyak yang diketahui, sebenarnya akan semakin banyak pula yang belum diketahui. Maka berendah hati akan tahu dan ketidaktahuan itu sendiri akan membuka cakrawala pandang yang lebih luas dan menyeluruh, hingga akal yang terbiasa merumitkan diri untuk TAHU akan beriring dengan rasa untuk PAHAM dengan sederhana dan itu baru akan terjadi saat ILMU ditransformasikan menjadi LAKU.
.:: Edisi : Mendadak Minggu.
Saat harapan tak menapak di bumi keyakinan, jadilah ia kekhawatiran dan saat kebahagiaan tak diberi tempat pada ruang jiwa, jadilah ia kesedihan.
.:: Edisi : Lingsir wengi.
CAHAYA, demikianlah ia adanya, tak bisa diperbesar, tak pula bisa diperkecil, yang hanya bisa
ialah seberapa luas ruang yang kita berikan untuknya agar bisa menyebarkan terangnya.
.:: Edisi : Sering kusimpan dalam laci.
Begitu sering "manusiawi" kujadikan benteng perlindungan yang sebenarnya sangat rapuh, saat kuingkari kesadaranku sendiri.
.:: Edisi : Alibi basi.
Saat selalu diacuhkan, kadaluarsa sangat bisa terjadi pada cinta, rindu, simpati, hormat dan yang lainnya apa pun itu, termasuk juga rejeki.
.:: Edisi : Syarat dan ketentuan berlaku.
Tak bisa tidak, selalu tersisa "korah-korah" di penghujung setiap pesta pora apa pun itu. Banyak yang mau pestanya, tak banyak yang mau "korah-korah"nya.
.:: Edisi : Misi, korah-korah.
Selalu ada yang baru kutahu di setiap pertemuan baru yang selalu bukan benar-benar kebetulan.
.:: Edisi : Selalu DI bukan ME.
Kesesuaian diri dengan diri yang lain dengan skala imajiner kesamaan lebih dari delapan puluh lima persen merupakan sarana berkaca diri, baiknya baikku, buruknya burukku, asal berani jujur tentunya takkan babak belur, asal tak takabur biasanya selalu mujur.
.:: Edisi : Tumbu oleh tutup.
Selalu tersayat sunyi di sepanjang hingar bingarnya ritual pesta.
.:: Edisi : Kemlangut.
Yang diamdiam memberhala~tahayulkan diri, bersiaplah DigelincirKan oleh ketaktaatan agar segera kembali meng~abdi.
.:: Edisi : Kepleset plesetan mleseti.
Menunggu memang melelahkan jiwa, namun kesadar-relaan menjalaninya akan membuat waktu terasa melambat dan itu mempercepat jiwa mencahaya, mendewasakannya.
.:: Edisi : BUKAN membunuh waktu, tetapi memperlambatnya.
Bukan masalah me-ninggi~kultus-kan, bukan juga masalah penghormatan, namun saat rahsaku merasakan limpahan cahaya dari dia yang "sejati"nya "tua" tiba-tiba saja ke"muda"anku menyungkurkan diriku di hadapannya ~ kalau tak boleh dikatakan sujud ~ membungkuk-tunduk-diam-terpaku.
.:: Edisi : Bayek.
Tak ada yang tak bermakna, tak ada yang tak berarti, tak ada yang tak bermaksud.
.:: Edisi : Ada apa dengan kamsud.
Di mana~saat~hal apa pun, keLALAIanku selalu menyisakan LELAH.
.:: Edisi : Lali~nglali.
SAAT INI, tak ada kebetulan yang benar-benar kebetulan. Dia yang tidak hanya datang dan mendekat saja tetapi juga terutama membaikkan diriku itulah yang sedang dikirimkanNya untukku.
.:: Edisi : Ahlan wa sahlan.
Respon ketakrelaan diri atas situasi yang sedang dialami bisa dititéni dengan menegangnya daerah dahi di sekitar pangkal alis.
.:: Edisi : Éling Bro...
SAAT INI, yang sedang hilang~berakhir biarlah benar-benar hilang~berakhir, tak usah menyiakan energi untuk me~sesal~wujud~kan kembali, sebab pasti tergantikan yang lebih baru~baik~apik.
.:: Edisi : Jarin~babahkan.
KeINGINan terlalu sering menyeolahindahkannya saat belum terpenuhi~termiliki, namun tak demikian saat telah terpenuhi~termiliki, gembira sesaat di awal, menjadi biasa di setelahnya bahkan bisa jadi menimbulkan masalah baru dan cenderung bosan di kemudiannya hingga mengINGINkan yang baru dan lain lagi.
.:: Edisi : Pengen mabur.
SAAT INI, yang terjadi memang harus terjadi.
.:: Edisi : Babahin~jarkan.
SAAT INI selalu diriku telah beranjak TUA, namun juga selalu MUDA saat melangkah meniti waktu yang selalu baru, tak lepas pula dari diriku yang selalu ANAK-ANAK saat sengaja melepas kesadaran berpikir yang selalu terbatas dan membatasi.
.:: Edisi : Photoshop~layer.
Dari sepuluh frekuensi yang datang, bisa jadi hanya satu atau dua saja yang masih belum terinterferensi oleh frekuensi lain. Tetap "Eling lan Waspodho" untuk selalu memilah dan memilih yang sejati sebab dalam segala hal hampir semua yang sejati sedang, akan dan selalu dikabur-kuburkan untuk semakin melenakan dan menjauhkan setiap manusia dari jabang bayinya sendiri.
.:: Edisi : Ngono yo ngono, ning ojo ngono.
Menikmati tak selalu nikmat, saat menikmati bermakna menyediakan diri menjalani saat ini, di sini dan seperti ini.
.:: Edisi : Memang basa basi.
Saat kata tak lagi dimaknai, diam adalah jawabnya.Diam memberikan ruang bagi keangkuhan menemukan kerendahannya, bagi cinta menemukan keagungannya, bagi rindu menemukan kedekatannya, bagi keliru menemukan pengakuannya, bagi benar menemukan keteguhannya, bagi ilmu menemukan realitanya, bagi kepalsuan menemukan kesejatiannya, bagi waktu menemukan saatnya, bagi bayang-bayang menemukan dirinya dan bagi ketergesaan menemukan ketenangannya, serta bagi keinginan menemukan kebutuhannya.
.:: Edisi : Diam-diam menghanyutkan.
Kepada siapa semua kata akan kembali, terutama rahsa di balik ungkapan kata ? Memuji/meninggikan tanpa mengingatNya sama artinya dengan mencela/merendahkan yang lain dan itu menggugatNya, pun demikian dengan mencela/merendahkan tanpa mengingatNya, sama juga menggugat ketentuanNya.
.:: Edisi : Alhamdulillah.
Dalam segala hal, yang tak pernah bersedia membumi takkan benar-benar melangit. Melangitnya bukan untuk mengokohkan pijakan kakinya di bumi, tetapi malah membuatnya melayang tak tentu arah, sebab biasanya hanya sekedar merasa melangit atau mencari langit yang lain kalau toh ada atau memperbandingkan langit yang satu dengan lain menurutnya. Membumi itu mengilmui, memahami, meyakini, menyatukan diri dan mengkholifahi.
.:: Edisi : Ibu bumi ~ bäpä angkäsä.
Setiap kelahiran adalah kebangkitan dari kematian yang telah lalu. Entah berapa banyak yang telah berkali-kali mati tanpa terlahir kembali. Hanya kelahiran yang melahirkan kelahiran barulah yang pantas disebut hidup dan hanya kematian yang meninggalkan jejak kelahiran untuk kelahiran barulah yang juga pantas disebut hidup. Selain itu, mati.
.:: Edisi : CAHAYA penyerap kegelapan [ngurupké urip].
Selamanya, takkan pernah bisa memahami orang lain sebelum menyediakan diri untuk melepas sudut pandang yang dipakai untuk memandangnya, karena sudut pandang yang dipakai selalu menciptakan prasangka sebelum realita, maka biasanya realita yang ada pun selalu dalam bingkai prasangka.
.:: Edisi : Memandang tanpa memandang, kriyip-kriyip.
Tak baik, bisa jadi bukan karena benar-benar tak baik namun hanya karena tak sesuai selera saja. Maka saat selera yang menjadi parameter, semua hal bisa menjadi tak baik, sebab selera itu selalu "rewel" dan yang "rewel" biasanya yang belum dewasa.
.:: Edisi : Maknyus ~ lodeh rewel, sambel crazy, ikan asin.
Langit itu rumit, tak usahlah diimtip. Cukuplah di bumi dengan sebaik-baiknya membumi.
.:: Edisi : Kemlangit.
Segala peristiwa, semua fenomena dan seluruh kisah nyata yang terhampar akan tersia begitu saja saat tak ada kesadaran meremah hikmah yang pasti dan selalau ada menyertainya, bahkan justru di sudut-sudut kecilnya yang sering tak terhiraukan.
.:: Edisi : Rasah maido.
Yang tak pernah sengsara, jauh dari musibah, berjarak dari kekurangan dan terhindar dari kekhawatiran belum tentu jauh dari salah dan khilaf, sebab bisa jadi sedang di"ujo" dengan tak dilihatNya.
.:: Edisi : Selalu ada keterbatasan ruang dan waktu.
SPRITUAL, sebuah pendakian jiwa yang selalu SEPI dari RITUAL pesta poranya keinginan untuk mengkapling TUHAN dan menjadi Tuhan. Kalau tak demikian, bukan spiritual namanya, hanya sekedar makelar komoditi spiriNGtual.
.:: Edisi : Cik kêndêlé.
============
By : Den Bagus